Wednesday, March 14, 2012

Tangga Darurat sebagai sarana evakuasi kebakaran


Efektifkah system penyelamatan menggunakan tangga darurat?
Lebih dari 30 tahun ada sebuah pesan, bahwa tidak diperbolehkan menggunakan lift/elevator pada saat terjadi kebakaran atau keadaan darurat. Pesan ini ditetapkan pada tahun 1973, setelah terjadinya banyak kebakaran di New York di akhir tahun 60an sampai awal 70an. Dengan terjadinya kasus serangan teroris pada gedung WTC di New York, saat ini industri lift dan elevator harus berpikir lebih keras, karena setelah kejadian tersebut timbul perdebatan apakah lift harus digunakan atau tidak jika terjadi kebakaran, mengingat banyaknya jatuh korban, karena terlalu lamanya proses evakuasi.
Laporan Badan Standard an Teknologi nasional di Amerika Serikat menyatakan sekitar 3000 orang bisa terselamatkan pada gedung WTC 2 karena mereka menggunakan lift/elevator 16 menit sebelum gedung tersebut runtuh. Secara rata2 pada gedung tersebut terselamatkan 108 orang per menit, 50 persen lebih cepat dari gedung WTC1, dimana rata2 hanya 73 orang terselamatkan permenitnya.
Meskipun masih terjadi perdebatan apakah evakuasi menggunakan lift lebih efisien dari penggunaan tangga darurat, namun secara umum tangga darurat tetap merupakan sarana penyelamatan dan evakuasi vertical yang harus menjadi perhatian utama. Mengapa?
Tangga darurat tidak memerlukan energi listrik dan mekanik, berbeda dengan lift sehingga tidak ada resiko macet karena gangguan transportasi kereta lift. Jadi sebelum ditemukan teknologi baru bagi elevator, maka tangga darurat akan menjadi sarana penyelamatan vertical yang diandalkan. Yang juga harus diperhatikan adalah pengguna disable person, anak-anak, dan manula.
Memang bagi mereka penggunaan tangga darurat tanpa bantuan orang lain akan menyulitkan. Oleh sebab itu tetap saja dalam proses evakuasi, tim penanggulangan yang dibagi menjadi tim pencari harus aktif mencari orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri melalui tangga darurat.
Berbicara mengenai tangga darurat, yang sering terjadi di beberapa gedung adalah, tidak berfungsinya fasilitas ini dengan semestinya. Diantaranya, pintu yang sering diganjal agar orang dengan mudah keluar masuk ke tangga darurat.
Hal ini bisa terjadi karena 2 kemungkinan:
1. Sebagai sarana transportasi vertical antar lantai secara cepat untuk kegiatan sehari-hari karena dianggap menggunakan lift akan memakan waktu dan boros energi.
2. Sebagai tempat menyimpan barang sementara atau permanent, area tangga darurat adalah tenpat yang banyak disenangi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Umumnya yang disimpan justru secara nilai barang-orang yang tidak berharga dan cenderung memperlakukan tangga darurat sebagai tempat penyimpanan sementara bahkan permanen.
Banyaknya kasus seperti ini memerlukan pengawasan secara ketat pada area ini. Meskipun kita tidak mengharapkan orang sampai menggunakan fasilitas ini, namun jika pada saat keadaan darurat fasilitas ini tidak bisa digunakan, maka kejadiannya akan sangat fatal.
Berikut ada beberapa catatan dalam pengelolaan tangga darurat, yang harus dilakukan secara harian.
1. Harus dilakukan cek list secara harian, meliputi pintu-pintu yang harus selalu dalam kondisi tertutup dan tidak macet jika dibuka, apalagi terkunci.
2. Kebersihan lokasi tangga darurat dari lantai ke lantai, dan tidak ada benda sekecil apapun yang bisa menghalangi lalu lintas.
3. Penerangan tangga darurat yang harus selalu baik dan menggunakan lampu darurat (emergency light) sehingga dalam kondisi suplai listri mati, lampu akan tetap menyala sampai minimal 2 jam.
4. Fan dengan tekanan yang akan secara otomatis menyala, jika ada indikasi kebakaran, akan sangat membantu menekan asap yang akan masuk ke area tangga darurat.
5. Step yang harus selalu kering dan tidak licin.
6. Door closer harus berfungsi baik, dan bisa menutup pintu kembali secara rapat.
7. Warna cat dinding sebaiknya cerah dan tidak menggunakan warna gelap.
8. Pintu tangga darurat harus mudah dilihat dan memiliki tanda atau rambu, dan harus memiliki lampu petunjuk 'exit' di atas pintu tangga darurat.
9. Secara ideal pengelola maupun tim PKD (penanggulangan Keadaan Darurat) dari suatu bangunan secara berkala harus melakukan simulasi evakuasi dari lantai teratas hingga lantai dasar tempat pintu keluar penyelamatan.
Rekomendasi bagi system penyelamatan gedung tinggi.
Rekomendasi NIST (Badan Standar Teknologi Nasional di Amerika Serikat) terhadap sarana penyelamatan keadaan darurat pada gedung tinggi, diantaranya:
- Proteksi bahaya kebakaran dan pengerasan struktur lift/elevator harus dilakukan untuk meningkatkan respon keadaan darurat pada gedung tinggi dengan menyediakan akses cepat bagi petugas penyelamat untuk mengevakuasi penghuni dengan cepat. Seperti beberapa elevator khusus harus dipersiapkan untuk petugas penyelamat (tim SAR). Pada gedung-gedung tinggi perlu dipertimbangkan juga penggunaan elevator untuk seluruh penghuni yang harus menyelamatkan diri.
- Gedung-gedung tinggi harus didesain untuk mengakomodasi evakuasi penuh jka terjadi keadaan darurat skala besar seperti gempa bumi, angin tornado, bahaya-bahaya tanpa peringatan yang cukup, seperti: kebakaran, kecelakaan akibat ledakan bom, dan serangan teroris. Skala gedung, populasi, fungsi harus dilakukan penghitungan dalam desain system jalan keluar. Tangga dan kapasitas jalan keluar harus sesuai untuk mengakomodasi petugas penyelamat memasuki gedung bersamaan dengan penghuni yang berusaha menyelamatkan diri.
- System jalan keluar harus didesain untuk fungsi bertahan hidup dalam keadaan darurat skala besar.
- Seluruh Teknologi evakuasi masa kini serta generasi baru harus selalu dilakukan evaluasi untuk penggunaan di masa depan, termasuk perlindungan lift/elevator, peralatan penyelamatan agar berfungsi semestinya.
Jika demikian, maka dapat disimpulkan bahwa meskpun jarang sekali menjadi perhatian utama dalam pengelolaan gedung, namun ternyata dalam kondisi darurat seperti disebutkan di atas, tangga darurat memiliki peran sangat penting dalam menyelamatkan nyawa manusia.
* Dirangkum dari beberapa sumber.

No comments:

Post a Comment